Jumat, 20 November 2009

PENUMBUHAN INDUSTRI TEPUNG LOKAL MELALUI PEMBERDAYAAN KELOMPOK TANI UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH

PENUMBUHAN INDUSTRI TEPUNG LOKAL MELALUI PEMBERDAYAAN
KELOMPOK TANI
UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN
DI JAWA TENGAH

(Studi Kasus Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah)
Oleh
Lutfi Aris Sasongko, Helmy Purwanto, Renan Subantoro

Abstract
Food security is one strategic and urgent priority on national development. Food
is one basic need beside as function of human essential life so food is fundamental human
right. One foundation of food security is diversification of it. The research was held to
study potential of local flour industry growth especially on farmer and society
empowerment for strength Central Java food security. The research target were : (1)
identify society perception and preference on two composition combination wheat flour
and local flour ( sweet potato) on food processing product (2) identify potential and
constraint of local flour growth development (3) decide of empowerment model on
technical and managerial farmer group on local flour ( sweet potato) appropriate with
costumer perception and preference. The research locates on Magelang Regent Central
Java Province. Collection data method was done with interview technique, Focus Group
Discussion (FGD) and Rapid Rural Appraisal (RRA). While analyze data method used
descriptive statistic and SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) analyze. From
the research, could be gotten information if society perception and preference of two
composition combination wheat flour and local flour (sweet potatoes) on food processing
product was good relatively ( could give score of test result which is almost same on two
composition). From potential and constraint identification, the result gave if the potential
of farmer group for developing local flour industry was good and strength relatively.
While the model of farmer group empowerment which is offered to selected farmer group
in Magelang Regent was empowerment with assistance, tool grant and socialization. The
model was hoped could be adopted by stake holders. Farmer group empowerment process
would be done with synergy by stake holders self sufficient and sustainable so optimal
result could be taken and the utility could be felt by farmer group on income improvement.
On the turn, the effort could improve farmer wealth and strength of food security
Key words : food security, local flour, empowerment.
PENDAHULUAN
Ketahanan pangan merupakan isu yang sangat strategis dan penting sebagai salah satu
prioritas dalam pembangunan nasional. Permasalahan dalam pembangunan ketahanan
pangan meliputi kegiatan produksi pangan, distribusinya dari lahan produksi sampai ke
konsumen, serta pada tahap pra-konsumsi dan proses konsumsinya oleh masyarakat.
Ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
merata, dan terjangkau. Upaya mewujudkan penyediaan pangan dilakukan dengan
bertumpu pada sumberdaya lokal, kelembagaan, dan budaya lokal.
2
Diversifikasi pangan memiliki aspek yang luas, ditinjau dari aspek konsumen, dapat
menyediakan pangan yang beragam, bergizi, bermutu dan aman. Perubahan pola konsumsi
pangan pokok masyarakat Indonesia kini mengarah pada beras dan bahan pangan berbasis
tepung terigu termasuk mie kering, mie basah dan mie instan. Perubahan ini perlu
diwaspadai karena gandum adalah komoditas impor dan belum diproduksi di Indonesia
sehingga arah perubahan tersebut dapat menimbulkan ketergantungan pangan pada impor
yang membahayakan ketahananan pangan nasional. Ketergantungan pangan terhadap
negara lain dapat berdampak pada kerentanan terhadap campur tangan asing secara
ekonomi dan politik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi penumbuhan industri tepung lokal melalui
pemberdayaan petani dan masyarakat untuk mendukung ketahanan pangan. Adapun tujuan
khusus adalah sebagai berikut:
1). Mengidentifikasi persepsi dan preferensi masyarakat terhadap dua kombinasi
komposisi tepung terigu dan tepung lokal (ubi jalar) dalam produk olahan pangan; 2).
Mengidentifikasi potensi dan kendala dalam menumbuhkembangkan industri tepung lokal
(ubi jalar); 3). Menentukan model pemberdayaan untuk meningkatkan kemampuan teknis
dan manajerial kelompok tani dalam menumbuhkembangkan industri tepung lokal (ubi
jalar) yang sesuai dengan persepsi dan preferensi konsumen.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Magelang sebagai daerah sentra produksi ubi jalar
(Ipomea batatas L. Sin) di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan data tersebut diketahui
bahwa Kabupaten Magelang merupakan daerah penghasil ubi jalar tertinggi di Provinsi
Jawa Tengah.
Metode Penentuan Sampel
Rancangan sampel penelitian konsumen ini dipilih dengan stratified quota sampling
method. Dalam penelitian ini, stratifikasi dilakukan dengan mengelompokkan populasi
penelitian menjadi tiga yaitu populasi yang berada di daerah perkotaan, pariwisata dan
perdesaan. Quota sampling diterapkan untuk menentukan jumlah sampel konsumen yaitu
sebanyak 80 sampel (responden). Sampel dipilih dengan tanpa memperhitungkan jumlah
populasi sebagai sampling frame. Tahap identifikasi peluang dan kendala dalam
3
menumbuhkembangkan industri tepung lokal dipilih secara purposive, terdiri dari 30
reponden petani dengan mempertimbangkan potensi kelompok-kelompok tani dan 5 orang
key-persons yang terdiri dari perangkat desa, dusun dan tokoh masyarakat.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa metode
yaitu Dokumentasi, Wawancara, FGD (Focus Group Discussion), dan RRA (Rapid Rural
Appraisal)
Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen kuisioner yang berupa kombinasi dari beberapa
pertanyaan bersifat terbuka dan tertutup. Dalam penelitian ini terdapat dua kuisioner yang
digunakan pada dua kelompok responden.
Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis seperti yang dilakukan oleh Azam, N, et.
al. (2006) dan Suhardi, et. al (2006) dengan beberapa modifikasi tertentu. Teknik analisis
yang digunakan dalam kajian ini adalah statistik deskriptif (Kuncoro, M, 2007; SPSS
Manual 2001) dan Analisis SWOT.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persepsi dan Preferensi Responden Terhadap Tepung Ubi Jalar
1. Persepsi Responden Terhadap Tepung Ubi Jalar
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 97,5 % responden mengetahui produk
tepung-tepungan (Gambar 1). Nampak bahwa jenis tepung yang disebutkan jumlahnya
lebih rendah daripada jenis tepung yang diketahui responden. Penyebutan salah satu
jenis tepung menunjukkan bahwa tepung tersebut menjadi salah satu top of mind dari
responden, sedangkan diketahui atau tidaknya suatu jenis tepung menunjukkan tingkat
pengetahuan responden terhadap jenis tepung tersebut.
Gambar 1. Persepsi Responden Terhadap Beberapa Jenis Tepung
0
20
40
60
80
100
120
TTERIGU
TBERAS
TKETAN
THUNKWE
TUBIKY
TPISANG
TMAIZENA
TTAPIOKA
TSAGU
TGARUT
TUBIJALAR
TSUKUN
DISEBUTKAN
DIKETAHUI
4
(Data primer, diolah, 2008)
Tepung beras merupakan jenis tepung yang paling banyak disebutkan oleh responden
(88,75%). Jenis tepung lain yang banyak disebutkan adalah tepung terigu (87,5%),
tepung maizena (36,25%), tepung ketan (28,75%) dan tepung hunkwe (23,75%).
Hanya 3 dari 80 responden (3,75%) yang menyebutkan tepung ubi jalar pada saat
pertama kali diwawancarai. Selanjutnya ketika penggalian pengetahuan tentang
beberapa jenis tepung dilakukan dengan panduan enumerator diketahui bahwa jumlah
responden yang mengetahui tentang tepung ubi jalar meningkat menjadi 14 responden
(17,5%). Dari 14 responden yang mengetahui tentang ubi jalar, sebagian besar (12 dari
14 responden) adalah responden di wilayah perkotaan dan sisanya, 2 orang responden
adalah responden di wilayah pariwisata. Tidak ada satupun responden di wilayah
perdesaan yang menyebutkan maupun mengetahui tentang tepung ubi jalar meskipun
sumber bahan baku tepung ubi jalar dihasilkan di wilayah perdesaan. Hal ini
menunjukkan bahwa tepung ubi jalar belum dikenal oleh sebagian besar responden.
Persepsi responden terhadap kinerja tepung ubi jalar sebagai bahan baku produk
pangan olahan relatif kecil hanya 17,5% responden yang secara spontan menyatakan
bahwa tepung ini dapat digunakan sebagai bahan baku produk pangan olahan
sedangkan sisanya (82,5%) menyatakan belum mengetahui. Disimpulkan bahwa
informasi dan sosialisasi mengenai kemanfaatan tepung ubi jalar belum optimal
sampai kepada responden. Dominasi tepung terigu dan tepung beras dalam top of mind
masyarakat masih sangat kuat.
Persepsi bahwa ubi jalar adalah makanan ”kelas dua” (untuk masyarakat ekonomi
lemah) disetujui oleh 32 dari 80 responden (40%). Namun responden yang
mempersepsikan tepung ubi jalar sebagai bahan pangan bagi golongan ekonomi lemah
jumlahnya kecil, yaitu sebanyak (12,5%). Hasil ini menunjukkan bahwa pengolahan
ubi jalar menjadi tepung ubi jalar telah meningkatkan nilai persepsi responden.
2. Pengetahuan Responden Terhadap Produk Pangan Olahan Berbasis Tepung Ubi
Jalar
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan responden tentang produk
pangan olahan yang dapat dihasilkan dari tepung ubi jalar masih minim. Responden
yang menyatakan belum memiliki pengetahuan tentang produk olahan pangan
berbahan baku tepung ubi jalar jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan
responden yang memiliki pengetahuan, yaitu 88,75% : 11,25%.
5
Responden yang mengetahui terdiri dari responden yang sudah pernah mengkonsumsi
produk olahan berbahan baku tepung ubi jalar sebanyak 7 orang (8,75%) dan yang
pernah mendengar/melihat tetapi belum pernah mengkonsumsi sebanyak 2 orang
(2,5%). Pengetahuan tersebut paling banyak mereka peroleh dari acara kuliner di
televisi, sosialisasi dalam kegiatan PKK dan kunjungan ke daerah lain (misalnya:
Sentra Pemasaran Agribisnis Terpadu di perbatasan Kabupaten Pasuruan dan
Kabupaten Malang). Bentuk produk pangan olahan yang pernah dikonsumsi ketujuh
orang responden tersebut adalah jenang ubi jalar, bakpao ubi jalar, es krim ubi jalar,
keripik ubi jalar dan beragam produk olahan pangan lain yang berbasis tepung ubi
jalar. Hasil ini telah memberikan bukti bahwa selama ini kegiatan sosialisasi
pemanfaatan dan produk-produk pangan olahan yang dapat dihasilkan dari tepung
lokal, termasuk tepung ubi jalar, yang telah dilakukan oleh pemerintah dan beberapa
elemen masyarakat lain, jangkauannya masih sangat terbatas
3. Sikap Responden terhadap Produk Pangan Olahan Berbasis Tepung Ubi Jalar
Berdasarkan hasil penelitian ternyata menunjukkan bahwa sebagian besar responden
belum dapat mensikapi produk pangan olahan berbasis tepung ubi jalar. Hal ini
disebabkan mayoritas responden belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang
produk tersebut. Ketidaktahuan masyarakat terhadap produk pangan olahan berbasis
tepung ubi jalar sebetulnya lebih banyak disebabkan oleh keterbatasan jumlah industri
pengolahan pangan yang menggunakan bahan baku tepung ubi jalar dan jumlah
industri tepung lokal termasuk tepung ubi jalar yang ada di Jawa Tengah.
4. Preferensi Responden Terhadap Produk Pangan Olahan dari Tepung Ubi Jalar
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa preferensi responden terhadap
produk pangan olahan yang disubtitusi dengan tepung ubi jalar relatif baik. Rata-rata
skor untuk keempat produk olahan yang diujikan pada responden secara berturut-turut
untuk bakpao terigu, bakpao ubi jalar, nastar terigu dan nastar ubi jalar adalah 3.44,
3.64, 3.71 dan 3.49. Tepung ubi jalar dapat digunakan untuk mensubstitusi tepung
beras sampai dengan 20% dalam pembuatan bihun (Widowati et al.,1994). Selain itu
tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan pembuatan kue, misalnya kue kering,
kue lapis, dan cake (Antarlina, 1998). Campuran 50% tepung ubi jalar dan 50% tepung
terigu dianjurkan untuk pembuatan cake karena lebih disukai, rasa enak, warna
menarik, dan mempunyai tingkat kemanisan sedang (Zuraida, 2001).
6
Dari data ini dapat disimpulkan bahwa pada produk pangan olahan basah (bakpao),
pensubtitusian dengan tepung ubi jalar dapat meningkatkan derajat kesukaan
responden, sedangkan untuk produk pangan olahan kering (nastar) pensubtitusian
dengan tepung ubi jalar justru menurunkan derajat kesukaan responden.
5. Potensi dan Kendala Pengembangan Tepung Ubi Jalar
Mutu ubi jalar yang dihasilkan di Desa Windusari dan desa-desa sekitarnya cukup baik
sehingga cocok digunakan sebagai bahan baku tepung ubi jalar. Preferensi petani
untuk menanam komoditas ubi jalar dipengaruhi oleh kondisi harga komoditas ini
dengan komoditas palawija lainnya seperti jagung. Namun demikian, kemudahan
perawatan tanaman ubi jalar, biaya produksi yang relatif rendah dan manfaat tambahan
dari daun ubi jalar sebagai sumber sayuran bagi keluarga menjadikan komoditas ini
tetap menjadi pilihan bagi petani di Desa Windusari dan sekitarnya. Luas panen ubi
jalar di Desa Windusari dan desa-desa sekitarnya di Kecamatan Windusari ini tahun
2002 – 2007 berfluktuasi. Produktivitas komoditas ubi jalar berkisar 7,66 – 18,5 ton/ha
(Windusari Dalam Angka, 2002-2007). Komoditas ubi jalar banyak ditanam di lahan
sawah non irigasi pada musim kemarau setelah panen padi dan lahan tegalan.
6. Harga Ubi Jalar
Harga jual komoditas ubi jalar berdasarkan pengalaman petani selama ini sangat
berfluktuatif, berkisar antara Rp 300 – Rp 1200 per kg. Kontrak harga antara petani
produsen dengan pedagang tidak ada, menyebabkan fluktuasi harga sering terjadi saat
panen. Penetapan harga jual lebih banyak ditentukan oleh pihak pedagang pengumpul
selaku pembeli. Petani dan wanita tani, dalam kegiatan FGD, menyambut antusias
rencana pengembangan industri tepung ubi jalar mengingat bahwa proses penepungan
akan meningkatkan umur simpan, mempermudah pengolahan lebih lanjut serta
meningkatnya nilai tambah tepung ubi jalar.
7. Saluran Pemasaran Ubi Jalar
Saluran pemasaran komoditas ubi jalar di Desa Windusari dan desa-desa sekitarnya
sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Petani melakukan penjualan di sawah atau di
rumah. Penjualan kepada pedagang besar maupun pedagang pengecer dilakukan
dengan mengukur total berat panen komoditas ubi jalar dikalikan harga jual yang telah
disepakati.
7
Gambar 2. Saluran Pemasaran Ubi Jalar di Desa Windusari
(Data Primer, diolah, 2008)
5. Analisis SWOT
. Hasil analisis faktor internal dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Hasil Analisis Faktor Internal dalam Mendukung Upaya Penumbuhan Industri
Tepung Lokal
KEKUATAN KELEMAHAN
NO INDIKATOR INTERNAL BOBOT SKOR NILAI SKOR NILAI
1 Kesesuaian Lahan 20 5 100 0 0
2
Kemampuan Petani dalam Kegiatan
Budidaya Ubi Jalar 15 4 60 0 0
3 Keberadaan Kelompok Tani 10 2 20 0 0
4 Tradisi dan Budaya Lokal 12 5 60 0 0
6 Ketersediaan Lahan 15 0 0 -2 -30
7
Kemampuan Petani dalam Kegiatan
Pengolahan Tepung Ubi Jalar 13 0 0 -4 -52
8 Teknologi Pengolahan Tepung Ubi Jalar 15 0 0 -5 -75
Total Nilai 100 240 -157
Sumber : Hasil FGD (2008)
Dari tabel di atas terlihat bahwa 4 faktor internal yang menjadi kekuatan dalam upaya
penumbuhan industri tepung lokal termasuk tepung ubi jalar adalah kesesuaian lahan,
kemampuan petani dalam kegiatan budidaya ubi jalar, keberadaan kelompok tani,
serta tradisi dan budaya lokal. Adapun faktor internal yang menjadi kelemahan ada 3,
yaitu ketersediaan lahan, kemampuan petani dalam kegiatan produksi tepung ubi jalar,
dan teknologi produksi tepung ubi jalar
Petani Ubi Jalar Pedagang Besar
Pedagang Grosir
Pedagang Pengecer
Konsumen
8
Tabel.2. Hasil Analisis Faktor Eksternal dalam Mendukung Upaya Penumbuhan
Industri Tepung Lokal
PELUANG ANCAMAN
NO INDIKATOR EKSTERNAL BOBOT SKOR NILAI SKOR NILAI
1 Kerjasama dengan Perguruan Tinggi 18 4 72 0 0
2 Sarana dan Prasarana Transportasi 8 4 32 0 0
3
Kebijakan Pemerintah dalam
Pengembangan Tepung Lokal 10 3 30 0 0
4
Persepsi Konsumen terhadap Tepung Ubi
Jalar 10 3 30 0 0
5
Preferensi Konsumen terhadap Produk
Pangan Olahan Tepung Ubi Jalar 15 3 45 0 0
6 Pasar Tepung Ubi Jalar 18 0 0 -3 -54
7 Fluktuasi Harga Tepung Terigu 15 0 0 -4 -60
8 Fasilitas Keuangan 6 0 0 -4 -24
Total Nilai 100 209 -138
Sumber : Hasil FGD (2008)
Hasil analisis faktor eksternal untuk penumbuhan industri tepung lokal sebagaimana
tersaji pada Tabel 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa 5 faktor eksternal yang menjadi
peluang dalam upaya penumbuhan industri tepung lokal termasuk tepung ubi jalar,
yaitu: adanya kerjasama dengan Perguruan Tinggi, sarana dan prasarana transportasi
yang baik, kebijakan pemerintah dalam pengembangan tepung lokal, persepsi
konsumen terhadap tepung ubi jalar dan preferensi konsumen terhadap produk pangan
olahan tepung ubi jalar. Adapun faktor eksternal yang menjadi ancaman ada 3 , yaitu :
pasar tepung ubi jalar yang belum luas, fluktuasi harga jual tepung terigu dan fasilitas
keuangan yang kurang mendukung.
Berdasarkan faktor internal dan eksternal kelompok tani yang dipaparkan di atas dapat
diketahui bahwa sisi kekuatan (strength) dan sisi peluang (opportunity) lebih banyak
dan dominan. Posisi titik koordinat ada di titik (83 ; 71). Berdasarkan temuan di
lapangan menunjukkan bahwa para petani mempunyai minat yang besar untuk
mengembangkan pengelolaan pasca panen sehingga diperoleh nilai tambah dari
produk. Dengan demikian, ini merupakan terobosan untuk meningkatkan pendapatan
petani melalui kegiatan pengelolaan pasca panen dengan strategi pendampingan secara
intensif oleh stakeholders.
9
Stretegi yang dapat dipilih berdasarkan hasil analisa tersebut adalah strategi pada
kuadran SO (strength – opportunity), yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan
untuk merebut peluang yang ada. Maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan
potensi tepung ubi jalar sangat terbuka luas dan relatif cocok dengan karakteristik
kelompok tani.
Usulan Model Pemberdayaan Masyarakat
Strategi untuk memberdayakan masyarakat dapat melalui kelompok yang sudah terbentuk
maupun dengan cara menumbuhkan kelompok swadaya masyarakat. Untuk menumbuhkan
kelompok swadaya masyarakat memerlukan keterlibatan stake holder seperti perangkat
desa, tokoh masyarakat, LSM, perguruan tinggi, sehingga dicapai sinergi yang optimal
untuk menguatkan kelompok melalui kegiatan pendampingan yang intensif.
Berikut ini tahap-tahap kegiatan pemberdayaan yang dapat dilakukan selengkapnya
sebagai berikut :
Tahap 1. Identifikasi Profil Kelompok Tani
. Bentuk atau model dalam memberi dukungan dalam proses pemberdayaan
masyarakat tergantung pada dua hal, yaitu : 1. Kemampuan apa yang sudah dimiliki
oleh stake holder terutama masyarakat dan pemerintah setempat, 2. Dari mana
datangnya inisiatif perubahan dalam proses pemberdayaan masyarakat dalam hal ini
kelompok tani.
Tahap 2. Merumuskan Kebutuhan Pendampingan
Kegiatan pendampingan tersebut berdasarkan harapan yang disampaikan oleh
kelompok tani kepada Petugas Penyuluh Lapangan, Universitas Wahid Hasyim
Semarang, serta Perangkat Desa Windusari yaitu membutuhkan pendampingan untuk
mengembangkan potensi produksi ubi jalar yang dibudidayakan oleh para petani,
sampai kepada aspek pengolahan menjadi tepung ubi jalar dan pemasarannya.
Tahap 3. Pendampingan Kelompok Tani Secara Berkelanjutan Menuju
Kemandirian
Upaya pemberdayaan hendaknya bertumpu pada komunitas lokal yang
mempunyai kecenderungan pada proses pemberian peluang yang lebih besar kepada
komunitas lokal seperti paguyuban petani, lumbung paceklik, kelompok pengajian,
kelompok kesenian, PKK, kelompok perempuan, dan sejenisnya untuk mengurus
dirinya sendiri. Kunci suksesnya ditentukan oleh sejauhmana pemerintah dan
10
pendamping lainnya melibatkan secara aktif organisasi komunitas lokal disamping
mengoptimalkan keterpaduan dan sinergi antara lembaga pemerintah, LSM/KSM,
lembaga swasta, Perguruan Tinggi yang secara bersama-sama diarahkan untuk
melaksanakan program pemberdayaan masyarakat dengan prinsip “People Oriented
Empowerment”.
Adapun kegiatan pendampingan yang perlu dilakukan mempunyai 4 prinsip
sebagai berikut :
1) Penumbuh-kembangan kesadaran
Prinsip ini merupakan pondasi esensial dalam upaya pendampingan kelompok tani.
Sebelum anggota kelompok tani sungguh-sungguh menyadari keberadaan yang
masih lemah (tidak berdaya) dari berbagai aspek serta solusi untuk mengatasi
masalahnya, mereka tidak akan termotivasi untuk bertindak. Kelompok tani mulai
menumbuhkembangkan kesadaran dan kepercayaan diri akan realitas masalah
yang mereka hadapi.
2) Partisipasi
Pada intinya partisipasi dari semua aspek yang tercermin dalam situasi dimana
kelompok tani mampu mengelola kepentingan mereka sendiri, mempengaruhi
keputusan publik dan terlibat dalam berbagai kegiatan yang memberi nilai tambah
dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
3) Keberlanjutan
Kegiatan pemberdayaan melalui kegiatan pendampingan hendaknya menjamin
kelompok tani mampu mengatasi masalah dan kendala yang dihadapi secara
berkelanjutan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan untuk
mengembangkan potensi lokal yang dimiliki. Ada empat upaya untuk
mewujudkan keberlanjutan dalam kegiatan pendampingan, yaitu :
a) Upaya memperkuat kapasitas kelompok tani untuk berinteraksi dengan
lingkungan untuk menjamin kelangsungan hidup secara normal, untuk
mengatasi segala permasalahan yang dihadapi terutama pengembangan ubi
jalar.
b) Pemberdayaan tidak hanya bertumnpu pada kemampuan menghasilkan
pendapatan dari pengembangan ubi jalar, tetapi kemampuan memanfaatkan
pendapatan yang lebih produktif sebagai aset untuk mengembangkan usahanya.
c) Pendampingan perlu mengembangkan infrastruktur lokal untuk menjamin
manfaat yang dinikmati oleh generasi berikutnya. Infrastruktur yang dimaksud
11
adalah kelembagaan masyarakat lokal, struktur pendidikan/pelatihan lokal, dan
struktur sumber permodalan.
d) Pendampingan menjamin kelestarian ekologis lokal sehingga pendampingan
diharapkan mampu memberikan kontribusi pelestarian sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
4) Kemandirian
Prinsip ini menjamin bahwa segala kegiatan usaha mengarah pada memperkuat
kepercayaan diri kelompk tani, sehingga mampu menyikapi situasi yang dihadapi
serta mengurangi ketergantungan kelompok tani dari pihak lain. Dengan demikian
kelompak tani dikatagorikan sebagai kelompok yang sudah mencapai tahap
tertinggi yaitu mandiri. Kegiatan pendampingan kelompok tani mempunyai
beberapa aspek untuk memperoleh penguatan secara terus-menerus untuk
mencapai tahap mandiri dan berkelanjutan, dalam hal Organisasi/kelembagaan,
Administrasi, Permodalan, Usaha produktif, dan Jejaring/kemitraan.
Tahap 4. Kelompok Tani Yang Berdaya dan Mandiri
Apabila kelompok tani telah mencapai kemandirian dari berbagai aspek yaitu
organisasi, administrasi, permodalan, usaha produktif, dan jejering, maka pihak
fasilitator melakukan penghapusan diri dari kelompok agar kelompok tidak tergantung
pada pihak lain. Indikator bahwa kelompok dikatakan mandiri apabila kelompok tanpa
dibantu oleh fasilitator/pendamping kelompok tersebut telah mampu mengelola
kelompoknya sendiri dengan baik dan telah mensejahterakan para anggotanya sesuai
tujuan kelompok. Kelompok tani tersebut telah dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan oleh para anggota kelompok secara mandiri tanpa pendamping.
Tingkat Partisipasi Stakeholder dalam Upaya Penumbuhan Industri Tepung Ubi
Jalar
Dalam proses pemberdayaan dalam upaya menumbuhkan industri tepung lokal melalui
kegiatan pendampingan yang mandiri dan berkelanjutan, diperlukan partisipasi dan sinergi
antar stake holder sebagai berikut :
A. Peran Masyarakat
1) Berperan aktif mengembangkan dan memanfaatkan tepung ubi jalar untuk
mensubstitusi penggunaan tepung terigu sebagai bahan makanan.
2) Menyediakan bahan baku ubi jalar sesuai kualitas dan kuantitas secara
berkelanjutan bagi industri tepung ubi jalar.
12
3) Mengembangkan komunikasi yang baik dengan pemerintah, perguruan tinggi, dan
dunia usaha untuk kepentingan kemajuan dan keberlanjutan usahanya.
B. Peran Pemerintah
1) Memfasilitasi kebijakan tentang permodalan (perbankan dan non bank) yang
berpihak kepada industri mikro kecil khususnya tepung ubi jalar.
2) Memfasilitasi dan mendampingi kelompok tani dan kelompok industri tepung ubi
jalar, secara mandiri dan berkelanjutan bersama stake holder lain.
3) Mensosialisasikan kepada masyarakat tentang peluang pengembangan industri
tepung lokal
dalam rangka meningkatkan pendapatan.
C. Peran Dunia Usaha (perbankan, industri alat dan mesin pertanian, perusahaan/industri
makanan)
1) Menfasilitasi para petani dan industri tepung dari aspek permodalan, teknologi
berupa alat mesin penepung.
2) Memfasilitasi para petani dan industri tepung lokal dari aspek pemasaran, yaitu
sebagai lembaga mitra bagi para petani dan industri tepung untuk menerima
produknya.
D. Peran Perguruan Tinggi
1) Memfasilitasi dan mendampingi kelompok tani dan kelompok industri tepung ubi
jalar, secara mandiri dan berkelanjutan bersama stake holder lain.
2) Memfasilitasi kegiatan pelatihan-pelatihan bagi para petani dan industri tepung
lokal.
3) Memfasilitasi kebutuhan teknologi tepat guna untuk kepentingan proses produksi.
4) Mengadakan penelitian yang intensif dan mensosialisasikan hasil penelitian kepada
masyarakat, dan secara praktis dapat dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya
para petani dan industri tepung lokal.
Melalui strategi dengan cara membagi peran antar stake holder akan dihasilkan sinergi
yang optimal untuk mencapai proses pemberdayaan yang mandiri dan keberlanjutan.
Dengan harapan proses pemberdayaan tersebut lebih efisien serta hasilnya dapat dinikmati
oleh masyarakat secara optimal.
Pemberdayaan Sebagai Upaya Penumbuhan Industri Tepung Lokal Menuju
Ketahanan Pangan
Secara umum responden memberikan penilaian yang relatif baik setelah mengkonsumsi
produk pangan olahan yang berbahan baku tepung ubi jalar. Ini merupakan langkah awal
13
kegiatan pemberdayaan dalam upaya menyadarkan masyarakat secara internal, dengan
obyek peluang dan potensi untuk mengembangkan tepung ubi jalar dan produk pangan
olahan yang berbahan baku tepung ubi jalar.
Salah satu kebutuhan utama pendampingan yang ditetapkan adalah ketersediaan alat mesin
penepung. Fasilitasi yang berupa alat mesin penepung merupakan “stimulan” untuk
menggerakkan motivasi kelompok tani menumbuhkan industri tepung lokal dalam hal ini
tepung ubi jalar. Dengan tumbuhnya industri tepung ubi jalar akan menciptakan kebutuhan
bahan baku berupa ubi jalar yang diperoleh dari para petani di Kecamatan Windusari.
Kebutuhan bahan baku ubi jalar pada industri tepung lokal akan memacu motivasi petani
untuk menanam ubi jalar.
Adapun kontribusi tepung ubi jalar dalam mendukung ketahanan pangan adalah sebagai
berikut :
1. Mendukung ketersediaan pangan yang beragam, aman, dan cukup dengan dengan
strategi mengembangkan potensi sumber daya lokal, misalnyan tepung ubi jalar.
2. Mendukung kemandirian pangan dengan indikator sebagai berikut :
a) Ketersediaan pangan lokal misalnya tepung ubi jalar yang cukup sehingga mampu
menekan impor pangan utama dibawah 10%.
b) Menurunnya tingkat kerawanan pangan ditingkat rumah tangga karena memiliki
sumber daya pangan lokal yang relatif bergizi seperti tepung ubi jalar.
c) Meningkatnya keanekaragaman pangan sehingga menekan ketergantungan pada
satu jenis bahan baku pangan seperti tepung terigu karena fungsinya dapat
digantikan oleh tepung ubi jalar.
3. Mendukung distribusi pangan lokal yang merata bagi pemenuhan gizi masyarakat.
Kemandirian pangan dalam konteks ketahanan pangan dapat diwujudkan melalui upaya
(a) memberdayakan potensi dan keragaman sumber daya lokal yang melibatkan segenap
stake holder dengan memanfaatkan teknologi tepat guna secara berkelanjutan (b)
menggerakkkan sistem dan usaha agribisnis pangan yang berdaya saing dan berkelanjutan.
(c) memberdayakan kelembagaan lokal sehingga mampu mengakses permodalan dan
pemasaran.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Persepsi masyarakat terhadap ubi jalar dan makanan yang berbahan baku ubi jalar
menunjukkan nilai persepsi yang kurang baik. Tetapi nilai persepsi berubah menjadi lebih
14
baik jika yang ditanyakan adalah tepung ubi jalar dan makanan yang berbahan baku
tepung ubi jalar. Preferensi masyarakat terhadap dua kombinasi komposisi tepung terigu
dan tepung ubi jalar dalam produk olahan pangan relatif baik berdasarkan skor hasil uji
yang hampir sama antar kedua komposisi. Berdasarkan identifikasi potensi dan kendala
diperoleh hasil bahwa potensi kelompok tani untuk mengembangkan industri tepung lokal
relatif baik dan kuat, dengan catatan adanya dukungan dari segenap stake holder.
Rumusan model pemberdayaan kelompok tani yang ditawarkan kepada kelompok tani
terpilih adalah konsep pemberdayaan dengan pendampingan, pemberian bantuan alat dan
sosialisasi. Proses pemberdayaan kelompok tani dilakukan secara sinergi oleh para stake
holder secara mandiri dan berkelanjutan, sehingga dicapai hasil yang optimal dan
manfaatnya dapat dirasakan oleh kelompok tani dalam rangka meningkatkan pendapatan.
Dan pada gilirannya upaya-upaya itu akan mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan
sekaligus memperkokoh dan mendukung pondasi ketahanan pangan.
Saran
Untuk menindaklanjuti proses pemberdayaan untuk menumbuhkan industri tepung lokal
melalui kegiatan pendampingan yang mandiri dan berkelanjutan diperlukan sinergi antar
stake holder untuk mendukung ketahanan pangan, dalam hal ini diperlukan peran
masyaarkat, pemerintah, perguruan tinggi, dan dunia usaha. Model pemberdayaan yang
diusulkan dalam pembahasan hasil penelitian dapat diadopsi oleh para stake holder secara
sinergi dalam upaya memberdayakan masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan sejak
proses produksi sampai pemasaran, dengan prinsip “People Oriented Empowerment”.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2001. Pembangunan Pertanian Melalui Pemberdayaan Masyarakat. Bina
Swadaya, Jakarta.
Antarlina, S.S. 1994. Peningkatan Kandungan Protein Tepung Ubi Jalar Serta
Pengaruhnya Terhadap Kue Yang Dihasilkan. dalam Winarto, A., Y. Widodo, S.S.
Antarlina, H. Pudjosantosa, dan Sumarno (Eds.). Risalah Seminar Penerapan
Teknologi Produksi dan Pascapanen Ubi Jalar Mendukung Agroindustri. Balittan
Malang.
Austin, J.E. 1981. Agroindustrial Project Analysis. EDI Series in Economic Development.
Washington, D.C. USA
Azam, N, et, al (2006). Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga
Penyedia Jasa terhadap Pembayaran Non Tunai. Penelitian. Kerjasama Bank
Indonesia dan Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Bogor.Budijono, A. et. al. 2003.
Kajian Pengembangan Agroindustri Aneka Tepung di Pedesaan. Jurnal BPTP Jawa
Timur. Malang.
15
Daniel, M. et. al, 2005. PRA Pendekatan Efektif Mendukung Penerapan Penyuluhan
Partisipatif dalam Upaya Percepatan Pembangunan Pertanian. Bumi Aksara.
Jakarta.
Dwijono, H.D. (2007). Aspek Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemasaran Cassava
Indonesia. Makalah. Disapaikan pada Seminar dan Lokakarya Pengembangan
Produk Pangan Lokal Menuju Kemandirian Bangsa Indonesia, 10 – 11 Desember
20007. Universitas Diponegoro. Semarang.
Engel, james F., Roger D. Blackwell, Paul W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen. Alih
Bahasa F.X. Budiyanto. Binarupa Aksara. Jakarta.
Kartasasmita, G. Pemberdayaan Masyarakat : Konsep Pembangunan yang Berakar Pada
Masyarakat. Makalah. Program Pascasarjana Studi Pembangunan ITB. Bandung.
Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran. PT. Prehallindo. Jakarta
Kuntjoro, M. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta
Kuntjoro, M. 2007. Metode Kuantitatif : Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi.
Unit Penerbit dan Percetakan STIM TKPN. Yogyakarta.
Rahmadi, Didiek, et. al. 2006. Potensi, Ketersediaan Pangan dalam rangka Ketahanan
Pangan di Jawa Tengah. Balitbang Jateng. Semarang.
Suhardi, et. al. 2006. Pengkajian Inovasi Teknologi Pengolahan. Jurnal BPTP Jawa Timur





Lebih aman saat online.
Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 d

Tidak ada komentar:

Posting Komentar